BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam upaya mewujudkan pelayanan di perlukan
adanya kerjasama dari
berbagai pihak. Semakin majunya pembangunan di bidang kesehatan pada hakekatnya
adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat untuk berpartisipasi dalam
pembangunan nasional. Tuntutan yang semakin besar terhadap upaya kesehatan
telah mengarahkan usaha pembangunan agar lebih maju untuk mencapai suatu
keadaan yang sehat menyangkut berbagai aspek antara lain usaha peningkatan (promotif),
pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) serta pemeliharaan
(rehabilitatif). Untuk dapat
mewujudkan upaya pelayanan kesehatan yang menyeluruh tersebut, diperlukan
adanya kerja sama dari berbagai pihak dan disiplin ilmu (UU RI No 36 tahun
2009).
Fisioterapi
adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau kelompok
untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang
dasar kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak,
peralatan (fisik, elektroterapeutik, dan mekanis, pelatihan fungsi, komunikasi),
(Menteri kesehatan RI Nomor 17/Menkes/SK/VI/2008).
1
|
Sindrom
nyeri miofasial sering menyerupai sindrom radikulopati servikal dan sindrom
faset servikal. Sindrom itu juga dikenal dengan fibrositis dan fibromiositis (B.M.Tulaar, 2008).
Myofascial levator scapula adalah salah
satu yang lebih umum gejala nyeri otot yang memiliki myofascial. Otot levator
scapulae, dalam hubungannya dengan otot bahu, memiliki sebuah tindakan yang
penting dalam menstabilkan dan bergerak skapula dan berhubungan dengan gerakan
bahu. Myofascial sindrom levator scapula
sering dipicu oleh menggunakan keyboard secara abnormal posisi dengan leher
diputar tapi dapat terjadi dalam olahraga misalnya berenang, di mana sering
melakukan rotasi leher (Sambrook,dkk, 2010, hal : 120).
Sindrom
levator scapulae
otot yang membentang sepanjang bagian belakang leher, dengan fungsi membantu berbagai gerakan pada leher, lengan dan bahu
gerakan seperti shrugging. Ketika
otot menjadi kaku menyebabkan rasa sakit dan mengurangi gerakan di wilayah
tersebut. Gejala sindrom scapulae levator
nyeri tajam di sekitar leher, sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit
kepala. Daerah leher menjadi terasa meradang. Gerakan dapat terbatas di leher
dan bahu, dengan nyeri dan kekakuan memburuk ketika mencoba banyak gerakan
Di Indonesia, setiap tahun sekitar 16,6% populasi dewasa mengeluhkan
rasa tidak enak di leher, bahkan 0,6% bermula dari rasa tidak enak di
leher menjadi nyeri leher yang berat. Insidensi nyeri leher meningkat
dengan bertambahnya usia, dimana lebih sering mengenai
wanita daripada laki-laki.
Dalam kegiatan mempertahankan posisi leher
saat melakukan aktivitas membutuhkan peran sangat besar dari otot-otot vertebra.
Salah satu otot leher yang mempunyai peranan cukup besar adalah m.levator scapulae. Nyeri yang terjadi
pada m.levator scapulae memicu
terjadinya nyeri di sudut leher dan bahu, sakit ini sering di gambarkan sebagai
nyeri yang amat pedih terutama pada penggunaan aktif otot levator scapulae (Gejut, I Made, 2012).
Untuk mengatasi myofascial
sindrom m.levator scapula terapi pemanasan atau heating yang memungkinkan untuk diterapkan adalah Micro Wave Diathermy MWD karena terbukti
efektif untuk mengurangi berbagai nyeri pada otot. Untuk mengurangi
keterbatasan luas gerak sendi (LGS) dan peregangan otot dapat dilakukan dengan cailliet exercise (senam nyeri
leher) dan Contract Relax Stretching
yakni suatu teknik terapi latihan khusus yang ditujukan pada otot yang spasme, tegang/memendek untuk memperoleh
pelemasan dan peregangan jaringan otot, sedangkan untuk rileksasi otot dan
meningkatkan sirkulasi darah bisa dilakukan teknik manipulasi seperti friction.
Dari
problematika yang disebutkan pada latar belakang diatas, maka penulis tertarik
untuk mengetahui serta mengkaji lebih lanjut dalam bentuk karya tulis ilmiah
yang berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Myofascial Sindrom Musculus Levator Scapula”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
latar belakang masalah diatas, maka timbul beberapa perumusan masalah, sebagai
berikut :
1.2.1 Bagaimana proses patofisiologi pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula ?
1.2.2 Problematika
fisioterapi apa saja yang timbul pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula?
1.2.3 Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan
menggunakan metodologi intervensi fisioterapi berupa Micro Wave Diathermy (MWD), cailliet
exercise (senam nyeri leher) dan Contract Relax Stretching (CRS), serta
friction pada kondisi myofascial sindrom
m.levator scapula ?
1.2.4 Bagaimana pengaruh penatalaksanaan
fisioterapi pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula ?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Untuk mengetahui bagaimana proses
patofisiologi pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula.
1.3.2 Untuk mengetahui problematika fisioterapi apa
saja yang timbul pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula.
1.3.3
Untuk mengetahui Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan
metodologi intervensi fisioterapi berupa Micro
Wave Diathermy (MWD), cailliet exercise
(senam nyeri leher) dan Contract Relax Stretching (CRS), serta friction pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana pengaruh
penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi penulis
1.4.1.1 Untuk menambah wawasan khususnya ilmu
pengetahuan tentang penatalaksanaan fisioterapi lebih lanjut pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula.
1.4.1.2
Untuk mengetahui manfaat yang dihasilkan
dari modalitas Micro Wave Diathermy (MWD), cailliet exercise (senam nyeri leher) dan Contract
Relax Stretching (CRS), serta friction dalam
menurunkan nyeri, keterbatasan gerak (LGS), dan mengurangi spasme akibat myofascial sindrom m. levator scapula.
1.4.2 Bagi Institusi
Dapat menambah wawasan dalam pemberian intervensi
fisioterapi pada kondisi myofascial
sindrom m.levator scapula.
1.4.3 Bagi rekan seprofesi agar berguna dan bermanfaat
sebagai referensi
1.4.4
Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bagi masyarakat tentang myofascial
sindrom m.levator scapula.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Anatomi Fisiologi Terapan
Pada
pembahasan sub bab anatomi fisiologi terapan ini akan diuraikan antara lain :
osteologi, ligamentum, myologi, arthrologi dan neurofisiologi pada regio
cervical.
2.1.1 Osteologi
Osteologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang tulang. Tulang adalah organ yang padat dan
keras yang menyusun suatu kerangka (Wibowo, 2005).
Pada
kasus ini maka tulang yang dibahas antara lain : cervical I sampai cervical
VII.
2.1.1.1
Vertebra Cervical I
Vertebra
cervical I juga disebut atlas, pada dasarnya berbeda dengan lainnya karena
tidak mempunyai corpus vertebra oleh karena pada atlas dilukiskan adanya arcus
anterior terdapat permukaan sendi,
fovea, vertebralis, berjalan melalui arcus posterior untuk lewatan arcus
posterior untuk lewatnya arteri vertebralis (Syaifuddin, 2010).
2.1.1.2 Vertebra Cervical II
6
|
2.1.1.3 Vertebra Cervical III sampai V
Processus
spinosus bercabang dua. Foramen transversarium membagi processus transversus
menjadi tuberculum anterior dan posterior. Lateral foramen transversarium
terdapat sulcus nervi spinalis, didahului oleh nervi spinalis (Syaifuddin, 2010).
2.1.1.4 Vertebra Cervical VI
Perbedaan
dengan vertebra cervical I sampai dengan
cervical V adalah tuberculum caroticum, karena dekat dengan arteri carotico
(Syaifuddin, 2010).
2.1.1.5 Vertebra Cervical VII
Merupakan
processus spinosus yang besar, yang biasanya dapat diraba sebagai processus
spinosus columna vertebralis yang tertinggi, oleh karena itu dinamakan vertebra
prominens (Syaifuddin, 2010).
2.1.2 Ligamentum
Ligamentum
adalah pita jaringan fibrosa yang kuat dan berfungsi untuk mengikat serta
menyatukan tulang atau bagian lain atau untuk menyangga suatu organ (Snell,
2006).
2.1.2.1 Ligamentum
longitudinal anterior
Merupakan
suatu serabut yang membentuk pita lebar dan tebal serta kuat, yang melekat pada
bagian corpus vertebra, dimulai dari sebelah anterior corpus vertebrae
cervicalis II (yang meluas ke kepala pada os occipitale pars basilaris dan
tuberculum anterior atlantis) dan memanjang ke bawah sampai bagian atas depan
fascies pelvina os sacrum. Ligamen longitudinal anterior ini lebih tebal pada
bagian depan corpus karena mengisi kecekungan corpus. Ligamen longitudinal
anterior ini berfungsi untuk membatasi gerakan extensi columna vertebralis.
Dimana daerah lumbal akibat berat tubuhakan mengalami penambahan lengkungan
pada vertebra columna didaerah lumbal.
2.1.2.2 Ligamentum longitudinal posterior
Berada
pada permukaan posterior corpus vertebrae sehingga dia berada di sebelah depan
canalis vertebralis. Ligamentum ini melekat pada corpus vertebra cervical II
dan memanjang kebawah os sacrum. Ligamentum ini diatas discus intervertebralis
diantara kedua vertebra yang berbatasan akan melebar, sedangkan dibelakang
corpus vertebra akan menyempit sehingga akan membentuk rigi. Ligamentum ini
berfungsi seperti ligamentum-ligamentum lain pada bagian posterior vertebra
colum, yaitu membatasi gerakan ke arah fleksi dan membantu memfiksasi dan
memegang dalam posisi yang betul dari suatu posisis reduksi ke arah hyperextensi,
terutama pada daerah thorakal.
2.1.2.3 Ligamentum intertransversarium
Ligamentum
ini melekat antara processus transversus dua vertebra yang berdekatan.
Ligamentum ini berfungsi mengunci persendian sehingga membentuk membuat
stabilnya persendiaan.
2.1.2.4 Ligamentum flavum
Ligmentum
ini merupakan suatu jaringan elastis dan berwarna kuning, berbentuk pita yang
melekat mulai dari permukaan anterior tepi bawah suatu lamina, kemudian
memanjang ke bawah melekat pada bagian atas permukaan posterior lamina yang
berikutnya. Ligamentum flavum ini di daerah cervical tipis akan tetapi di
daerah thoracal ligamentum ini agak tebal. Ligamentum ini akan menutup foramen
intervertebral untuk lewatnya arteri, vena serta nervus intervertebral. Adapun
fungsi ligamentum ini adalah untuk memperkuat hubungan antara vertebra yang
berbatasan.
2.1.2.5 Ligamentum interspinale
Ligamentum
ini merupakan suatu membran yang tipis melekat pada tepi bawah processus suatu
vertebra menuju ke tepi atas processus vertebra yang berikutnya. Ligamentum ini
berhubunganm dengan ligamentum supra
spinosus dan ligamentum ini didaerah lumbal semakin sempit.
2.1.3 Myologi
Myologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang otot. Otot adalah jaringan kontraktil pada
tubuh yang merupakan alat gerak (Wibowo, S, Daniel, 2005). Otot-otot yang akan
dibahas pada penyusunan ini adalah otot-otot yang terdapat pada cervicalis
meliputi :
2.1.3.1 M.
Sternocleidomastoideus
Origo
: Pada processus mastoideus
dan linea nuchae superior.
Insersi
: Pada incisura jugularis sterni
dan articulation sternoclavicularis.
Fungsi
: Rotasi, lateral flexi,
kontraksi bilateral mengangkat kepala dan membantu pernapasan bila kepal
difixasi.
inervasi
: Nervus accessorius dan flexus
cervical (C1 dan C2).
2.1.3.2 M.Scaleni
M. Scaleni terbagi
atas 3 serabut :
2.1.3.2.1.
M. Scalenus anterior
Origo
: Pada tuberculum anterius processus
transversus vertebra cervicalis III sampai VI.
Insersi : Pada tuberculum scaleni
anterior.
Inervasi :
Plexus brachialis (C5-C7).
2.1.3.2.1.
M.Scalenus medius
Origo : Pada tuberculum posterior processus transversus vertebra
cervicalis II sampai dengan VII.
Insersio : Pada costa I di belakang sulcus
a.subclavicula dan kedalam membran intercostalis externa dari spatium
intercostalis I.
Inervasi :
Plexus cervicalis dan brachialis (C4-C8).
2.1.3.2.2.
M. Scalenus posterior
Origo
: Pada processus transversus
vertebra cervicalis V sampai VII.
Insersio : Pada
permukaan lateral costa II.
Inervasi :
Plexus brachialis ( C7-C8).
2.1.3.2.3.
M. Scalenus minimus
Origo : Pada processus transversus vertebra cervicalis.
Inervasi :
Pada permukaan lateral costa I.
2.1.3.3 M. Trapezius
Dibagi menjadi 3
serabut :
2.1.3.3.1.
Pars descendens
Origo : Berasal dari linea nuchae superior, protuberantia occipitalis externa dan
ligamentum nuchea.
Insersio : Pada
sepertiga lateral clavicula
Fungsi : Untuk melakukan gerakan adduksi dan retraksi
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.3.2.
M. Pars tranversa
Origo : Berasal dari cervical
Insersio
:
Pada sepertiga lateral clavicula
Fungsi : Untuk melakukan gerakan adduksi dsn retraksi
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.3.3.
Pars ascendens
Origo : Berasal dari vertebra thoracalis III sampai XII, dari
processus spinosus dan ligamentum supraspinasum.
Insersio : Pada trigonum spinale dan bagian spina
scapulae yang berdekatan.
Fungsi : Untuk menarik ke bawah
(depresi).
Inervasi : Nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4)
2.1.3.4 M. Levator
scapula
Origo : Pada tuberculum posterior processus transversus vertebra cervicalis I sampai IV
Insersio : Pada
angulus superior scapula.
Fungsi : Mengangkat scapula sambil memutar angulus inferior ke
medial
Inervasi : Nervus
dorsalis scapulae (C4-C8)
Otot ini difungsikan untuk mengangkat
pinggir medial scapula. Bila bekerja sama dengan serabut tengah otot trapezius
dan rhomboideus, otot ini menarik scapula ke medial dan atas, yakni pada
gerakan menjepit bagu ke belakang
2.1.3.5 M.Longus
colli
Kira-kira membentuk segitiga karena terdiri atas tiga
kelompok serabut. Fungsinya : untuk membengkokkan cervical ke depan dan ke
samping. Inervasinya plexus cervicalis dan brachialis (C2-C8).
2.1.3.5.1.
Serabut oblique superior
Origo: Berasal dari tuberculum anterius
processus transversus vertebra
cervicalis II sampai V
Insersio: Pada
tuberculum anterior atlas
2.1.3.5.2.
Serabut oblique inferior
Origo
: Berjalan dari corpus vertebra
thoracalis I sampai III
Insersio: Pada
tuberculum anterius vertebra cervicalis VI
2.1.3.5.3.
Serabut medial
Origo : Terbentang dari corpus vertebra thoracalis bagian atas dan vertebra cervicalis bagian bawah
Insersio : Pada
corpus vertebra cervicalis bagian atas
2.1.3.6 M. Longus
capitis
Origo : Pada tuberculum anterius processus transversus vertebra cervicalis III sampai VI
Insersio : Pada bagian basal os occipitale
Fungsi : Membentuk gerakan flexi, Lateral flexi
Inervasi : plexus
cervicalis (C1-C4)
2.1.4 Arthrologi
Arthrologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang sendi (Dorlans, 2002). Sendi-sendi yang
terdapat pada cervical yaitu :
2.1.4.1 Atlanto
Occipitalis joint (C0-C1)
Permukaan
sendinya fascies articularis superior atlas dan condylus occipitalis. Gerakan
yang terjadi adalah lateral flexi atau extensi.
2.1.4.2 Atlanto
Axialis joint (C1-C2)
Secara
fungsional sendi ini merupakan sendi putar yang memungkinkan pergerakan dari
posisi tengah ke masing-masing sisi sebesar 260. Pada sendi-sendi
lateral facies articularisnya adalah facies articularis inferior os atlas dan
facies superior C2.
2.1.4.3
Uncovertebral joint
Merupakan
sendi yang tidak murni yang dibentuk oleh processus unkinatus (yaitu suatu
bangunan yang menonjol di tepi dari bagian atas corpus vertebra) dengan corpus
vertebra diatas.
2.1.5 Neurofisiologi
2.1.5.1 Nervus
cervicalis
Tiga
puluh pasang saraf spinal berasal dari kanalis vertebralis yang keluar melalui
foramen intervertebralis (cervical, thoracal, lumbal, sacral, dan koksigeal).
Nervus cervicalis ada delapan pasang saraf yang bergabung dengan ramus
communicates grisea yang berasal dari truncus simpatetik atau melaui truncus
ini, nervus tersebut menerima serabut-serabut vasomotor. Nervus cervicalis juga
mengirimkan cabang meningeal recurrent yang terkecil kedalam kanalis spinalis untuk
memberikan inervasi sensorik dan vasomotor pada durameter, serta cabang-cabang
yang menuju ke dalam bagian primer anterior dan posterior.
2.2
Biomekanik
Biomekanik
adalah ilmu yang mempelajari tentang gerakan yang terjadi pada tubuh manusia
(Yulianto, 2006). Dari berbagai gerakan yang dapat terjadi pada tubuh manusia
dapat dikelompokkan menjadi 2 gerakan yaitu :
2.2.1 Osteokinematika
Osteokinematika
merupakan gerakan yang terjadi antara dua tulang seperti gerakan angulasi,
sircumduksi, rotasi dan sliding (gerakan meluncur) adapun besarnya sudut
pergerakn vertebra cervical dapat ditulis antara lain sebagai berikut :
2.2.1.1.
Extensi-Flexi S. 400-00-400
2.2.1.2.
Lateral Flexi dextra-sinistra F.450-00-450
2.2.1.3.
Rotasi destra-sinistra R.500-00-500
2.2.2 Arthrokinematika
Adapun gerakan
arthrokinematika persendian cervical yaitu :
2.2.2.1
Flexi-extensi pada atlanto axial dan
atlanto odontoid joint pada bagian lateral dan atlas didapatkan roll dan
sliding, pada permukaan superior dan axis, selama flexi titik kontak antara dua
permukaan convex ini akan bergerak ke anterior dari garis tengah, dari curva ke
titik kontak akan bergerak pada saat yang sama. Interspace pada atlanto odontoid
joint akan bergerak pada bagian superior.
2.2.2.2
Selama extensi titik kontak antara dua permukaaan akan bergerak keposterior dan
akan bergerak pada posisi yang baru dan saat yang sama interspace pada atlanto
odontoid akan terbuka pada bagian inferior.
2.2.2.3
Rotasi pada atlanto axial dan atlanto
odontoid joint selam rotasi odontoid tetap ditempat. Saat osteo ligamentum yang
dihubungkan pada axis dan odontoidkapsul articular pada sebelah kiri relaxasi
dan sebelah lunak tertarik pada saat bersamaan terjadi pada bagian kanan dan
kiri atlas, bergerak kedepan sementara bagian lateral kanan belakang.
2.2.2.4
Lateral flexi pada atlanto occipital
joint selama lateral flexi bagian frontal. Pada bagian vertical yang dilalui
oleh occipital, atlas, axis, dan C3 terlihat tidak ada gerakan pada
atlanto axial joint. Gerakan hanya terjadi antara axis dan C3 dan
antara occiput dan atlas, gerakan kedalam occipital condylus sebelah kiri dan
odontoid, didekatkan kapsul dari sendi atlanto occipitalis dan khususnya ligamen
odontoid occipitalis sisi kanan.
2.3
Patofisiologi Terapan
2.3.1
Definisi
Myofascial sindrom m.levator scapula
merupakan sebuah sindrome yang muncul akibat teraktivasinya sebuah atau beberapa
trigger point dalam serabut otot dan sering tidak terdiagnosis, myofascial sindrome terjadi karena
cedera otot atau terjadi regangan secara berulang-ulang (Gejut, I Made,
2012).
Myofascial sindrom m.levator scapula
adalah area tender lokal, yang sering disebut titik pemicu, dalam otot yang
terlibat. Kadang-kadang band ketat otot serat dapat teraba dalam otot, ada
pembatasan gerakan pada peregangan kelompok otot yang terlibat dan mungkin ada
kelemahan pada isometrik kontraksi (Sambrook dkk, 2010).
2.3.2 Etiologi
Keadaan Myofasial sindrom m.levator scapula
disebabkan oleh akut overload otot,
karena kronis fatique berlebihan atau trauma langsung dan sering dipicu oleh menggunakan
keyboard dalam posisi abnormal dengan leher yang diputar, tetapi dapat terjadi
di olahraga misalnya berenang, dan sering rotasi leher (Sambrook dkk ,2010,
hal : 120-121).
2.3.3
Gambaran Klinis
Tanda-tanda dan
gejala-gejala yang ada pada kasus myofascial sindrom m.levator scapula ini adalah ngilu atau linu terasa saat leher
aktif bergerak terutama pada musculus
levator scapula, Nyeri palpasi (tenderness)
pada levator scapula,
nyeri tajam di sekitar leher,
sering memancar ke atas dan menyebabkan sakit kepala. Daerah leher menjadi
terasa meradang. Gerakan dapat terbatas di leher dan bahu, dengan nyeri dan
kekakuan memburuk ketika mencoba banyak gerakan
2.3.4 Pemeriksaan
2.3.4.1 Tes orientasi :
Rotasi leher : Terbatas/nyeri
2.3.4.2 PFD
Gerakan aktif : Fleksi, rotasi dan lateral fleksi :
ngilu/nyeri dan terbatas
Elevasi lengan/bahu : Ngilu/nyeri
Gerakan pasif : Ngilu/nyeri
Gerakan TIMT : Kadang (-)
2.3.5 Diagnosis Medis
Myofascial sindrom m.
levator scapula
2.3.6 Prognosis
Merupakan ramalan
mengenai penyakit yang dapat meliputi berbagai aspek:
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanam : Bonam
Qua ad fungsional : Bonam
Qua ad cosmeticam : Bonam
2.4 Deskripsi Problematika
Fisioterapi
Problematika
yang sering terjadi pada kondisi myofascial sindrom levator scapula sebenarnya
sangat komplek sehingga dapat menimbulkan berbagai gamgguan yang meliputi
impairment, fungsional limitation dan disability.
2.4.1 Impairment
Problematika
yang muncul pada kondisi myofascial sindrom m.levator scapula adanya nyeri
tekan dan nyeri gerak pada musculus levator scapula, adanya keterbatasan gerak, ngilu atau linu terasa saat leher aktif
bergerak terutama pada musculus levator scapula, sering memancar ke atas dan
menyebabkan sakit kepala. Nyeri palpasi (tenderness) pada levator scapula.
2.4.2 Fungsional limitation
Pada fungsional
limitation adanya gangguan Activity of Daily Living seperti menoleh dan
mengangkat bahu.
2.4.3 Disability
Disability
merupakan ketidak mampuan dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
lingkungan pasien yaitu penderita mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas
karena adanya gangguan keterbatasan gerak pada leher dan adanya spasme.
Gangguan tersebut antara lain : keterbatasan gerak dan nyeri pada saat
menoleh dan mengangkat bahu.
2.5 Teknologi
Intervensi Fisioterapi
Teknologi yang digunakan untuk
mengurangi permasalahan yang timbul pada kondisi myofascial sindrom musculus
levator scapula adalah micro wave
diathermy (MWD), Senam Cailliet
exercise dan contract relax strecth (CRS), serta Friction.
2.5.1 MWD
(Microwave Diathermy)
Adalah
arus bolak-balik berfrekuensi dengan panjang gelombang 11 meter atau sering
disebut energi elektromagnetik 27 MHz, dan merupakan terapi panas yang dapat
digunakan pada tubuh yang mempunyai efek-efek (Sujatno, 1993).
2.5.1.1
Efek fisiologis
2.5.1.1.1 Perubahan panas dan temperatur
2.5.1.1.1.1
Reaksi lokal jaringan
Meningkatkan
metabolisme sel-sel lokal ±13% tiap kenaikan temperatur 10c,
meningkatkan vasomotion spincter sehingga timbul homestatik lokal dan akhirnya
terjadi vasodilatasi lokal.
2.5.1.1.1.2
Reaksi general
Aktifnya sistem thermoreguler
dihipotalamus yang mengakibatkan kenaikan temperatur tubuh secara general.
2.5.1.1.2 Concensual efek
Timbulnya efek panas pada sisi kolateral
dari segmen yang sama, penetrasi dan perubahan temperatur lebih dalam dan luas.
2.5.1.1.3 Jaringan ikat
Meningkatkan elastisitas jaringan ikat
5-6 kali lebih baik seperti pada jaringan collagen kulit, otot, tendon,
ligament dan kapsul sendi akibat menurunnya viscisitas matrik jaringan.
2.5.1.1.4 Jaringan otot
Selain meningkatkan elastisitas jaringan
otot, juga menurunkan tonus otot lewat normalisasi nocisensorik, kecuali
hipertonic otot akibat emosional.
2.5.1.1.5 Jaringan saraf
Jaringan saraf meningkatkan elastisitas
pembungkus jaringan saraf, meningkatkan konduktivitas saraf dan meningkatkan
ambang rangsangan.
2.5.1.2 Efek
terapeutik
2.5.1.1 Penyembuhan luka/ trauma pada
jaringan lunak, meningkatkan proses perbaikan
jaringan secara fisiologis dan pada fase remodeling.
2.5.1.2 Nyeri, hipertoni, gangguan
vascularisasi, menurunkan nyeri, normalisasi tonus otot lewat efek sedatif,
perbaikan sistem metabolisme.
2.5.1.3 Gangguan
konduktivitasdan thermal jaringan saraf.
2.5.1.3 Indikasi
Beberapa contoh indikasi yang banyak digunakan :
2.5.1.1 Kelainan-kelainan pada tulang,
sendi dan otot misanya RA post traumatik.
2.5.1.2 Kelainan-kelainan pada saraf
perifer seperti neuropati dan neuralgia.
2.5.1.3
Kontra indikasi
Pemberian MWD harus memperhatikan hal-hal berikut :
Logam dalam tubuh, jaringan dan organ yang mempunyai
banyak cairan, gangguan sensibilitas, setelah menjalani terapi rontgen dan menstruasi.
2.5.2 Senam Cailliet
Exercise
Neck
Cailliet Exercise adalah
salah satu terapi latihan isometrik kontraksi dengan menahan tahanan maksimal
dan diakhiri dengan relaksasi. Metode Neck Cailliet Exercise dapat
digunakan untuk mengatasi spasme otot dan untuk memelihara atau meningkatkan
kekuatan otot leher untuk memperoleh ketahanan statis dan dinamis leher,
memelihara luas gerak sendi dan kelenturan leher, serta memperoleh postur yang benar
dengan terkoreksinya muscle imbalance (Rosyidi,2009).
Tahapan pelaksanaan senam menurut mardhotillah, 2010 :
2.5.2.1.Pemanasan:
2.5.2.1.1. Kepala menoleh ke kanan dan ke kiri dengan hitungan 8 kali.
2.5.2.1.2. Kepala di arah ke atas
dan ke bawah
2.5.2.1.3. Kepala diputar dari arah kanan ke kiri dan sebaliknya sebanyak 8 kali putaran.
2.5.2.2.Inti:
2.5.2.2.1. Letakkan kedua tangan di dagu dan dorong ke belakang, namun
kepala menekan ke arah depan (arahnya berlawanan) sehingga terasa jika ada
kontradiksi. Tujuannya untuk menguatkan otot cervical.
2.5.2.2.2. Letakkan tangan kanan di kepala bagian kanan, letaknya di atas
telinga. Lakukan tekan yang sama seperti gerakan pertama. Lakukan sekitar 5
hitungan atau 5 detik.
2.5.2.2.3. Lakukan hal yang sama pada sisi kepala bagian kiri.
2.5.2.2.4. Contract Relax
Stretching, kepala menunduk dan diputar keluar.
2.5.2.3.Penutup:
Gerakan hampir sama dengan pemananasan.
2.5.3
Friction (gerusan)
Adalah gerakan kecil dan dalam serta efek lokal pada
perlengketan jaringan
(kekakuan pada umumnya). Dan pada
kondisi tertentu manipulasi ini tidak dapat digunakan pada massage kesegaran
jasmani, karena tehnik ini pergerakannya putus-putus dan berbentuk sirkuler. Manipulasi Friction untuk merangsangi
serabut syaraf dan otot-otot yang terletak didalam dari permukaan tubuh (Tappan,
1988) .
Pelaksanaan
friction dapat menggunakan
ujung-ujung jari untuk daerah yang berlekuk-lekuk sempit, terutama untuk
otot-otot di kiri kanan ruas-ruas tulang belakang (Tappan, 1998).
2.5.3.1
Indikasi dan Kontra – indikasi
2.5.3.1.1 Indikasi
adalah suatu keadaan atau kondisi tubuh dapat atau tepat diberikan, serta akan
memberi pengaruh yang positif terhadap tubuh:
2.5.3.1.1.1 Kelelahan
yang sangat
2.5.3.1.1.2
Otot kaku, lengket, tebal, dan nyeri sendi
2.5.3.1.1.3
Gangguan atau ketegangan syaraf, kelayuan atau kelemahan otot
2.5.3.1.2 Kontra-indikasi
2.5.3.1.2.1 Tubuh sedang
dalam keadaaan demam
2.5.3.1.2.2
Menderita penyakit menular (thypus, cacar, tuberculose paru-paru dan lain-lain)
2.5.3.1.2.3
Menderita pengapuran pembuluh darah arteri (arteriosclerosis)
2.5.3.1.2.4
Menderita penyakit kulit (eksema, luka-luka lama yang memborok dll)
2.5.3.1.2.5
Akibat benturan, keseleo, melakukan gerak tiba-tiba atau gerak yang berlebihan,
baik luka-luka di luar (terbuka) maupun di dalam jaringan (tertutup)
2.5.3.1.2.6
Bekas luka, bekas cedera, sendi yang terkilir, patah tulang
2.5.3.1.3 Efek dari massage friction :
2.5.3.1.3.1 Mobilisasi jaringan profundal
2.5.3.1.3.2 Meningkatkan aliran darah
2.5.3.1.3.3 Mengurangi terjadi hematoma
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN DAN PERENCANAAN STUDI KASUS
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
3.1.1 Tempat penelitian
Penelitian direncanakan akan dilakukan di poli fisioterapi
RS.PUSRI Palembang.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan
Februari - Mei 2013.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
pada penyusunan KTI ini adalah menggunakan studi kasus yang dianalisa secara
deskriptif kualitatif.
3.3 Rencana Pengkajian
Fisioterapi
3.3.1 Langkah pemeriksaan
3.3.1.1 Anamnesis
Anamnesis
umum
Nama :
Umur :
Agama :
Jenis
kelamin :
Pekerjaan :
Alamat :
32
|
Anamnesis khusus
Keluhan utama
:
Lokasi keluhan :
Pertolongan sebelumnya :
Faktor memperberat :
Faktor memperingan :
Waktu terjadinya :
Anamnesis sistem
Sistem respirasi :
Sistem muskuloskeletal :
Sistem nervorum :
3.3.1.2 Pemeriksaan fisik
3.3.1.2.1 Tanda
vital (vital sign)
Tekanan darah :
Denyut nadi :
Frekuensi pernapasan :
Suhu :
Tinggi badan :
Berat badan :
3.3.1.2.2 Inspeksi
Statis :
Dinamis :
3.3.1.2.3 Palpasi
3.3.1.3 Pemeriksaan
gerak dasar
3.3.1.3.1 Gerak aktif
3.3.1.3.2 Gerak pasif
3.3.1.3.3 Gerak isometrik melawan tahanan
3.3.1.4 Pemeriksaan
spesifik
3.3.1.5 Diagnosa Fisioterapi
3.3.1.5.1 Impairement
3.3.1.5.2 Limited functional / Disability
3.3.1.6 Rencana
Fisioterapi
3.3.1.6.1 Tujuan pada kapasitas fisik dan kemampuan fungsional
3.3.1.6.2 Rencana Tindakan Fisioterpi
3.3.1.6.2.1 Alternatif
3.3.1.6.2.2 Terpilih
3.3.1.6.2.2 Terlaksana
3.4 Rencana Pelaksanaan Fisioterapi
3.4.1 Persiapan Pasien
3.4.2 Persiapan Alat / Modalitas Fisioterapi
3.4.3 Pelaksanaan
3.4.4 Selesai Pelaksanaan
3.4.5 Home Program
3.5 Rencana Evaluasi Hasil Terapi
3.5.1 Evaluasi
3.5.2 Hasil Terapi Akhir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar